Penemu Obat ARV Pertama di Dunia

Bicara tentang obat ARV (Anti Retro Viral), Sahabat Puzzle pernah kepo nggak sih? Siapa orang pertama yang menemukan obat tersebut? Yuks kita simak informasi berikut ini.

Antonin Holy adalah seorang ilmuwan asal Ceko yang lahir pada 1 September 1936. Berspesialisasi dalam bidang kimia dan bekerja sama dalam pengembangan obat Anti Retro Viral, yang digunakan dalam pengobatan HIV dan Hepatitis B. Serta terlibat dalam pembuatan obat tersebut. Beliau adalah penulis dari 400 lebih penemuan ilmiah dan memegang 60 pasien. Dengan penemuan ilmiah tersebut, karyanya telah mempengaruhi jutaan orang dengan penyakit virus seperti HIV AIDS, Hepatitis B dan banyak penyakit virus lainnya. Pada 2008, beliau mendapatkan gelar kehormatan Honorary Professorship di University of Manchester’s School of Chemistry.

Lahir di Praha, Czechoslovakia, Antonin Holy mempelajari kimia organik dari 1954 sampai 1959 di Fakultas Sains Universitas Charles, Praha. Pada 1960 beliau berlatih din Institute of Organic Chemistry and Biochemistry (IOCB) of The Czechoslovak Academy of Sciences di Praha dan telah menjadi peneliti di sana sejak 1963.

Sejak 1976 beliau telah berkolaborasi  dalam pengembangan obat Anti Retro Viral baru dengan Erik De Clercq dari Rega Institute for Medical Research di Catholic University of Leuven, Belgium.

Pada 2006, perusahaan biofarmasi AS, Gilead Sciences, di bawah arahan Tomas Cihlar,  dan Institute of Organic Chemistry and Biochemistry (IOCB) dari Academy of Sciences, Republik Ceko, bersama-sama  mendirikan pusat penelitian baru, berorientasi kepada pengembangan persiapan baru.

Beberapa obat ARV (Anti Retro Viral) berdasarkan penemuan Holy telah dilisensikan. Pada 1996, Vistide telah disetujui untuk diproduksi di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Viread (Tenofovir) telah disetujui di US pada 2001 untuk pengobatan AIDS dan Hepsera telah disetujui pada 2003 untuk pengobatan Hepatitis B. Truvada adalah kombinasi dari Viread dan Emtricitabune, telah disetujui pada 2006 untuk digunakan di USA.

Holy telah pensiun setahun sebelum meninggal karena sebab yang tidak diketahui, di usia 75 tahun, pada 16 Juli 2012. Pernyataan dari IOCB, menyampaikan bahwa dengan meninggalnya beliau, IOCB merasa sangat kehilangan. Beliau meninggal dua bulan setelah U.S Food and Drug Administration (FDA) menyetujui Truvada untuk pengobatan HIV. Dan pada hari yang sama pula FDA menyetujui Truvada untuk pencegahan HIV.

Informasi di atas semoga bisa menjawab rasa penasaran Sahabat Puzzle ya!

Sumber: Wikipedia, http://bit.ly/2WdZ0v8 (translate)

Tes Viral Load


Tes viral load adalah tes untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah.

Ada beberapa cara untuk melakukan tes ini:

  • Metode PCR (polymerase chain reaction) memakai suatu enzim untuk menggandakan HIV dalam contoh darah. Kemudian reaksi kimia menandai virus. Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus. Tes jenis ini dibuat oleh Roche dan Abbott.
  • Metode bDNA (branched DNA) menggabungkan bahan yang menimbulkan cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat pada bibit HIV. Jumlah cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus. Tes jenis ini dibuat oleh Bayer.
  • Metode NASBA (nucleic acid sequence based amplification) menggandakan protein virus agar dapat dihitung. Tes jenis ini dibuat oleh bioMerieux.

Masing-masing tes menunjukkan hasil yang berbeda untuk contoh yang sama. Karena hasil tes berbeda, kita sebaiknya tetap memakai jenis tes yang sama untuk memantau kecenderungan viral load. Catatan: Tampaknya semua tes viral load di Indonesia memakai metode PCR.

Viral load biasanya dilaporkan sebagai jumlah tiruan atau copies HIV dalam satu mililiter darah (copies/mm3). Hasilnya sering disebut sebagai angka saja, tanpa disebut satuan. Batas atas tes kurang lebih 1 juta, dan terus disempurnakan sehingga menjadi lebih peka. Batas bawah tes bDNA pertama adalah 10.000. Model tes generasi kedua dapat mengukur hingga 48. Saat ini ada tes sangat peka yang mampu mendeteksi kurang dari lima copies.

Hasil tes viral load yang terbaik adalah yang dilaporkan sebagai ‘tidak terdeteksi’. Ini bukan berarti tidak ada virus dalam darah; artinya hanya bahwa jumlah virus yang ada tidak cukup untuk ditemukan dan dihitung oleh tes. Dengan tes generasi yang dipakai secara umum di Indonesia, ‘tidak terdeteksi’ dapat berarti sampai dengan 399. Artinya hasil ‘tidak terdeteksi’ tergantung pada kepekaan tes yang dipakai.

Semua tes viral load pertama memakai contoh darah yang dibekukan. Sekarang hasil yang baik dicapai dengan contoh yang dikeringkan. Cara ini akan mengurangi biaya untuk alat membekukan dan pengiriman.

Bagaimana Tes Viral Load Dipakai?

Tes viral load membantu dalam beberapa bidang:

  • Dalam penelitian, tes ini membuktikan bahwa HIV tidak pernah ‘laten’ atau tidur, melainkan terus menggandakan diri (bereplikasi). Banyak Odha tanpa gejala AIDS dengan jumlah CD4 yang tinggi juga mempunyai viral load yang tinggi. Seumpama virus benar laten, tes seharusnya tidak menemukan HIV dalam darah.
  • Tes ini dapat dipakai untuk diagnosis, karena tes dapat menemukan virus beberapa hari setelah seseorang terinfeksi HIV. Ini lebih baik dibandingkan tes HIV baku (tes antibodi), yang bisa saja ‘negatif’ selama tiga bulan setelah infeksi HIV – lihat Lembaran Informasi 102 untuk informasi tentang tes antibodi HIV. Namun tes viral load tidak disetujui di Indonesia untuk diagnosis HIV, kecuali untuk bayi baru lahir.
  • Untuk prognosis, viral load dapat membantu meramalkan berapa lama kita akan tetap sehat. Semakin tinggi viral load, semakin cepat penyakit HIV berkembang.
  • Untuk pencegahan, viral load menunjukkan daya menular pada orang lain. Semakin tinggi viral load, semakin mudah menularkan HIV.
  • Untuk pemantauan terapi, tes viral load menunjukkan apakah terapi antiretroviral (ART) mengendalikan virus. Panduan saat ini menganjurkan pengukuran viral load pada awal, sebelum mulai terapi. Pengobatan berhasil bila viral load diturunkan setidaknya 90% dalam waktu delapan minggu setelah ART mulai dipakai. Viral load seharusnya terus menurun menjadi kurang dari 50 dalam enam bulan. Ada anggapan bahwa viral load sebaiknya diukur 2-8 minggu setelah ART dimulai atau diubah.

Kemudian viral load sebaiknya dipantau setiap 6 bulan untuk Odha dengan kepatuhan yang baik dengan viral load tidak terdeteksi. Namun tes viral load tidak dianjurkan untuk memantau hasil ART di Indonesia, karena sering tidak terjangkau; ART harus dipantau dengan cara lain (jumlah CD4 dan/atau gejala klinis).

Bagaimanakah Perubahan Viral Load Diukur?

Tes berulang pada satu contoh darah dapat memberikan hasil yang berbeda tiga kali lipat. Ini berarti bahwa perubahan yang bermakna adalah jika viral load menurun menjadi kurang dari satu per tiga atau meningkat menjadi lebih dari tiga kali dibanding tes sebelumnya. Misalnya, perubahan dari 200.000 menjadi 600.000 bisa dianggap tidak bermakna. Jika hasil turun dari 50.000 menjadi 10.000, ini dianggap bermakna. Yang terpenting adalah untuk mencapai viral load yang tidak terdeteksi.

Perubahan pada viral load kadang dilaporkan sebagai perubahan ‘log’. Hal ini mengacu pada catatan ilmiah, yang memakai pangkat sepuluh. Misalnya, penurunan 2-log adalah penurunan 102 atau 100 kali. Penurunan dari 60.000 menjadi 600 adalah penurunan 2-log.

Blip” Viral Load

Baru-baru ini, para peneliti melihat bahwa viral load pada banyak pasien kadang kala naik dari tidak terdeteksi menjadi tingkat yang masih rendah (biasanya di bawah 400), dan kemudian kembali tidak terdeteksi. “Blip” (peningkatan sementara) ini tidak menunjukkan bahwa ART mulai gagal atau virus mulai mengembangkan resistansi.

Apa Makna Angka?

Tidak ada angka viral load yang ‘ajaib’. Kita tidak tahu berapa lama kita dapat tetap sehat dengan viral load tertentu. Yang kita tahu hanyalah bahwa semakin rendah semakin baik, yaitu tampaknya berarti hidup yang lebih lama dan lebih sehat.

Pedoman AS mengusulkan ART dipertimbangkan jika viral load di atas 100.000.

Beberapa orang mungkin beranggapan bahwa mereka tidak dapat menularkan orang lain jika viral loadnya tidak terdeteksi. Ini tidak benar. Tidak ada viral load yang ‘aman’. Walaupun risiko lebih rendah, kita dapat menularkan HIV pada orang lain bahkan dengan viral load yang tidak terdeteksi.

Apakah Ada Masalah dengan Tes Viral Load?

Ada beberapa masalah dengan tes viral load:

  • Hanya 2% HIV dalam tubuh kita adalah di darah. Tes viral load tidak mengukur jumlah HIV yang ada di jaringan tubuh misalnya kelenjar getah bening, empedu atau otak. Viral load dalam jaringan getah bening (limfa) dan air mani menurun bila tingkat dalam darah menurun, tetapi tidak pada waktu dan kecepatan yang sama.
  • Hasil tes viral load dapat dipengaruhi jika tubuh kita menyerang infeksi, atau jika kita baru imunisasi (misalnya vaksinasi flu). Kita sebaiknya tidak mengambil darah untuk tes viral load dalam waktu empat minggu setelah infeksi atau imunisasi apa pun.
  •  

sumber informasi dari Spiritia.com

TBC, Infeksi Penyebab Kematian Nomor 1 di Indonesia

TBC atau tuberkulosis adalah penyakit pernapasan kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri. Indonesia menempati peringkat kedua sebagai negara dengan kasus TBC paru terbanyak setelah India. Data terbaru dari Kemenkes melaporkan ada 351.893 kasus TBC di Indonesia pada tahun 2016. Sedangkan di Kota Bandung ada sekitar 10.033 kasus TB ditemukan dan ada 23% pada anak yang seharusnya hanya di angka 15%. TBC adalah penyakit yang sangat menular. Simak cara mencegah penularan TBC di bawah ini.

Bagaimana cara penyebaran TBC?

Bakteri penyebab TBC, Mycobacterium tuberculosis, menyebar ketika penderita TB mengeluarkan dahak atau cairan liur dari mulutnya yang berisi kuman tersebut ke udara — misalnya saat batuk, bersin, berbicara, bernyanyi, meludah, atau bahkan tertawa — dan kemudian dihirup oleh orang lain di sekitarnya.

Menurut Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis milik Kemenkes RI, dalam satu kali batuk seseorang biasanya bisa menghasilkan sekitar 3.000 percikan air liur.

Kuman yang keluar dari batuknya penderita TB dapat bertahan di udara lembap yang tidak terpapar sinar matahari selama berjam-jam, bahkan berminggu-minggu. Akibatnya, setiap orang yang berdekatan dan memiliki kontak dengan penderita TB secara langsung berpotensi menghirupnya dan akhirnya tertular.

Penyakit TBC sangat menular, tapi tidak secara langsung. Begitu masuk ke dalam tubuh, bakteri ini bisa “tertidur” lama alias berada di fase “dorman” — mereka tetap ada di dalam tubuh, namun tidak aktif berkembang biak dan menyerang tubuh. Faktanya, kebanyakan orang pernah terpapar kuman TB selama hidupnya, namun hanya 10% orang yang terinfeksi TB akan benar-benar menderita penyakit ini.

Siapa yang paling berisiko tertular TBC?

Salah satu faktor penentu seseorang bisa tertular TBC atau tidak adalah seberapa kuat sistem imun tubuhnya dan kebersihan dirinya. Semakin kuat daya tahan tubuh Anda, semakin kecil kemungkinannya untuk tertular TB.

Orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya lemah cenderung lebih mudah terinfeksi. Itu sebabnya anak-anak, lansia, orang dengan HIV dan AIDS, penderita kanker, diabetes, ginjal, dan penyakit autoimun lainnya berisiko lebih tinggi untuk terinfeksi TBC karena sistem imunnya tidak mampu melawan pertumbuhan bakteri TBC.

Perkumpulan Puzzle Indonesia adalah sebuah pusat informasi dan edukasi terkait kesehatan masyarakat khususnya HIV dan AIDS

Supported by :

Hubungi Kami

Basecamp Perkumpulan Puzzle Indonesia
JL. Desa Gg Desa 1 No. 25 RT 03 RW 02
Kel. Babakansari Kec. Kiaracondong
Bandung 40283 Jawa Barat

022-20541982

[email protected]